Studi Pustaka Model The DART Prahalad


Model DART (Dialogue, Access, Risk-assesment, and Transparency) adalah suatu model yang menggambarkan secara lugas mengenai fondasi atau prinsip-prinsip dasar yang harus dimiliki perusahaan agar dapat berhasil menerapkan penciptaan nilai bersama. Akses konsumen pada informasi dan kemampuan mereka untuk berdialog melalui consumer communities yang telah mengubah peran konsumen dalam sistem bisnis saat ini. Menurut Prahalad dan Ramaswamy (2004:12) Kompetisi masa depan bergantung kepada pendekatan baru akan penciptaan nilai yang berdasarkan pada penciptaan nilai bersama yang berpusat pada individu diantara pelanggan dan perusahaan. Oleh karena itu, untuk sukses dalam co-creating value perusahaan harus focus pada beberapa hal berikut yang disebut “new set of building blocks” atau sering juga disebut dengan DART. Menurut Prahalad dan Rawasmamy (2004:23) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan proses pengetahuan organisasi diperlukan adanya interaksi antara konsumen dengan perusahaan sebagai wadah dari penciptaan nilai (value creation). Ini juga menggambarkan dibutuhkannya penciptaan bersama melalui blok kunci bangunan yaitu : dialog (dialogue) , akses (access) , penilai resiko (risk assesment) , dan transparansi ( Transparency) yang disingkat dengan The Dart (Co-creation value through customer experience, 2008) yaitu:

1) Dialog (Dialogue)

Dialog atau pembicaraan yang terjadi antara konsumen dan perusahaan harus fokus pada kepentingan keduanya. Perusahaan harus lebih dari sekedar mendengarkan konsumen. Selain itu juga di harapkan adanya rules of engagement dan productive interaction. Dialog berarti interaktif , keterlibatan mendalam, dan kecenderungan untuk bertindak pada kedua belah pihak. Diperlukannya pemahaman empati untuk membangun pengalaman di sekitar apa yang konsumen alami, mengenal konteks emosional, pengalaman sosial dan budaya. Ini berarti berbagi pengetahuan dan komunikasi antara 2 pemecah masalah yang sama. Dialog menciptakan dan mempertahankan sebuah

komunitas yang loyal. Keterlibatan dialog dalam co-creation memiliki beberapa indikator khusus yaitu :

a. Fokus pada isu-isu yang menarik minat baik konsumen dan perusahaan.

b. Memerlukan sebuah forum dimana dialog dapat terjadi

c.Diperlukan aturan keterlibatan yang membuat interaksi berjalan produktif

2) Akses (Access)

Akses di mulai dengan adanya informasi dan peralatan, dapat berupa internet. Suatu perusahaan dapat memberikan akses data mengenai process and design kepada konsumen. Fokus tradisional dari perusahaan dan rantai nilai adalah untuk menciptakan dan transfer kepemilikan produk untuk konsumen. Pada saat ini, tujuan konsumen adalah akses menuju pengalaman yang diinginkan, tidak selalu kepemilikan produk. Maka dari itu gagasan dari akses kepemilikan harus dilepaskan. Berikut adalah indikatornya:

 

  1. Akses dimulai dengan informasi dan alat bantu
  2. Akses bisa juga melibatkan sumber daya permintaan seperti komputasi
  3. Konsumen bisa juga menginginkan akses menuju gaya hidup (life style)
  4. Akses dapat menciptakan peluang baru dalam pasar yang berkembang saat ini

3) Penilaian Resiko (Risk Assesment)

Kebebasan untuk bertukar informasi,baik untuk mempekirakan maupun membagi resiko. Saat konsumen dan perusahaan menjadi Co-creator Value, permintaan informasi mengenai potensi resiko akan meningkat, mereka juga dapat lebih mempekirakan resiko yang akan datang. Resiko di sini mengacu pada probabilitas membahayakan konsumen. Manajer secara tradisional mengasumsikan bahwa perusahaan dapat lebih baik menilai dan mengelola resiko. Oleh karena itu, ketika berkomunikasi dengan konsumen, pemasar hampir seluruhnya berfokus pada mengartikulasikan manfaat, sebagian besar mengabaikan resiko. Berikut adalah fiturnya :

  1. Adanya informasi resiko secara jelas.
  2. Fokus pada penilaian resiko dan pengurangan dampak buruk tidak
  3. mengarah pada mentalitas bersifat defensive
  4. Manajemen resiko menawarkan peluang baru untuk differensiasi
  5. Dialog aktif pada resiko dan keterlibatan manfaat dalam menggunakan produk

4) Transparansi (Transparency)

Transparansi diciptakan untuk menciptakan kepercayaan konsumen dan perusahaan, misalnya mengenai harga, selain itu transparansi juga untuk memfasilitasi apabila adanya potensi gangguan yang datang dalam interaksi. Kini informasi tentang produk, sistem bisnis menjadi lebih mudah di akses, seh sehingga menciptakan level baru dalam hal transparansi yang menjadikan keinginan dari konsumen meningkat. Fiturnya adalah sebagai berikut:

a. Adanya sinergi antara elemen building blocks yang melibatkan kolaborator

b. Transparansi memfasilitasi dialog kolaboratif dengan konsumen.

Dalam buliding block Co-creation Dengan Model the DART terdapat dimensi-dimensi sebagai acuan menuju co-creation experience.

2.1.5 Dimention of choice sebagai indikator Value Co-creation

Seperti sudah dibahas sebelumnya bahwa dialogue, access, risk assessment dan transparency atau DART model menjadi prinsip-prinsip dasar yang harus dimiliki perusahaan agar dapat berhasil menerapkan penciptaan nilai bersama, Namun model DART saja tidak cukup untuk menciptakan pengalaman yang memuaskan pelanggan. Menurut Prahalad dan Ramaswamy (2004:40-49) perusahaan juga harus fokus kepada dimensions of choice dari interaksi mereka dengan pelanggan yang harus mengkondisikan co-creation experience dengan baik. Dimensi-dimensi tersebut antara lain :

1) Interaksi Silang (Interaction Across)

Walaupun banyak anggapan kemajuan teknologi dapat merevolusi saluran dalam industri, mereka tidak menyadari bahwa pilihan saluran baik itu dilakukan perusahaan maupun pelanggan, dapat membentuk co-creation experience (pengalaman penciptaaan bersama) yang fundamental. Prahalad dan Ramaswamy (2004:41) menyatakan pilihan akan perusahaan dan saluran sepenuhnya ditangan individu masing-masing. Seiring  dengan variasi akan saluran ini, kualitas dari co-creation experience melalui saluran yang berbeda-beda harus tetap konsisten untuk menciptakan value, konsumen harus menggunakan interaksi silang ini sesuai dengan pilihan mereka sebagai fungsi dari consumer’s competence (kompetensi konsumen), backgrounds (latar belakang), interest (ketertarikan), dan needs (kebutuhan). Tugas perusahaan disini adalah untuk mengatur interaksi silang dengan meyakinkan dan menciptakan kualitas yang konsisten. Prahalad dan Rameswamy (2004:40) mengatakan Konsumen menginginkan kebebasan memilih dalam berinteraksi dengan perusahaan melalui berbagai cara. Oleh karena itu, perusahaan harus berfokus pada Co-creation experience melalui saluran yang beragam.

2) Pilihan Produk (Options)

Konsumen ingin menentukan pilihan yang merefleksikan pandangan mereka akan nilai. Perusahaan harus dapat menyediakan experience centric option yang merefleksikan keinginan dan kebutuhan konsumen. Prahalad dan Rameswamy (2004:44) menyatakan Sebagai konsumen, saya menginginkan pilihan yang memungkinkan saya untuk merancang pengalaman pribadi saya sendiri secara efektif, sesuai dengan apa yang saya inginkan. Sebagai konsumen, saya ingin perusahaan mengakomodasi keadaan saya, kebutuhan saya, pilihan atau preferensi saya, pengalaman saya, dan hasrat saya. Saya ingin memasukan pandangan saya mengenai nilai kepada menu pada pilihan, dari pada menerima menu yang sudah disediakan oleh perusahaan. Hal ini sepantasnya menjadi perhatian bagi para supplier agar nilai pelanggan yang dirasakan (customer delivered value) menjadi optimal dan konsumen akan merasa puas akan kinerja perusahaan yang bersangkutan.

3) Akses (Access)

Akses antara perusahaan dengan konsumen merupakan dasar yang sifatnya tradisional dari proses ekstrasi nilai. Akses mencakup logistik, informasi, saluran, dan biaya-biaya, juga usaha antar kedua belah pihak. Prahalad dan Rameswami (2004:40) mengungkapkan Konsumen ingin berinteraksi dan melakukan interaksi dengan gaya dan bahan yang mereka inginkan. Variabel kunci dari transaksi experience adalah heterogenitas konsumen. Sebagai contoh, konsumen memiliki sikap yang berbeda-beda mengenai imbas dari penggunaan teknologi informasi terhadap privasi mereka. Heterogenitas inilah yang terkadang terlupakan oleh para manajer perusahaan , mereka hanya berfokus kepada penghematan biaya saja. Hal ini kembali menunjukan adanya gap antara company think dan customer think. Bagi perusahaan, efisiensi akses dapat menghasilkan penurunan biaya yang membawa pada pencitaan nilai, sementara bagi konsumen kemudahan dan keterbukaan menciptakan kepuasan yang berujung pada kesetian pelanggan atas pengalaman yang mereka telah alami.

4) Pengalaman terhadap Harga (Price Experience)

Dunia bisnis seringkali memandang kinerja produk dan harga dengan menggunakan sudut pandang perusahaan. Para pelaku bisnis biasa menegosiasikan harga dengan biaya, menciptakan harga berdasarkan struktur pembiayaan perusahaan. Prahalad dan Ramaswamy dalam Kertajaya (2009:132) berpendapat “apabila perusahaan sudah menjalankan proses Co-creation dengan baik dari produknya akan lebih baik dari produk yang dihasilkan melalui new product development”. Dalam menerapkan Co-creation, ada beberapa hal yang harus dipenuhi. Pertama, identifikasi perilaku konsumen dalam membeli, yang secara umum dapat di bagi menjadi dua, yaitu high involvement dan low involvement. Konsumen dengan proses pembelian produk high involvement adalah konsumen yang ketika membeli produk tersebut harus memperhatikan dengan teliti setiap fitur yang ada dalam produk tersebut dan biasanya proses pembeliannya membutuhkan waktu yang lama, sementara itu low involvement adalah produk-produk yang proses pembelian relatif singkat. Industri yang secara tipikal sarat dengan konsumen yang berperilaku high involvement adalah industri yang relatif lebih mudah menerapkan Co-creation karena tipikal konsumen di industri atau pasar ini jauh lebih aktif dari pada industri yang konsumennya memiliki low involvement terhadap produk.


Leave a Reply