Apa Itu Manajemen Sumber Daya Manusia (Literature Review)


Becker, Huselid, dan Ulrich alih bahasa Dian Rahadyanto Basuki (2009; 4) menyatakan bahwa:

”Paradigma ekonomi baru yang dicirikan oleh kecepatan, inovasi, waktu siklus yang pendek, kualitas dan kepuasan pelanggan, menuntut sebuah organisasi untuk memahami arti penting dari intangible asset, seperti pengetahuan, inovasi dan terutama modal Sumber daya Manusia.”

 

Rivai dan Sagala (2010; 75) menjelaskan bahwa manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) sangat dibutuhkan dalam sebuah perusahaan maupun institusi. Menurut Rivai dan Sagala (2010; 75):

”Sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor sentral dalam organisasi baik perusahaan maupun institusi apapun bentuk dan tujuan organisasi, karena organisasi dibuat berdasarkan visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya juga dikelola oleh manusia. Sehingga manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan perusahaan atau institusi.”

 

Peran MSDM dalam sebuah perusahaan atau institusi dijelaskan oleh Rivai dan Sagala (2010; 2) yang berpendapat bahwa

”Keberadaan MSDM sangat penting bagi perusahaan atau institusi dalam mengelola, mengatur, mengurus, dan menggunakan SDM sehingga dapat berfungsi secara produktif, efektif, dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan.”

 

Adapun pengertian dari MSDM menurut Dessler alih bahasa Paramita Rahayu (2008; 5)

”Manajemen sumber daya manusia adalah proses memperoleh, melatih, menilai, dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja, kesehatan, keamanan dan masalah keadilan tenaga kerja.”

 

Becker, et al, alih bahasa Dian Rahadyanto Basuki (2009; 2) menjelaskan perubahan peran MSDM sejalan dengan perubahan jaman sebagai berikut:

”Di era globalisasi saat ini, dimana sumber utama produksi dalam ekonomi telah bergeser dari modal fisik ke modal intelektual, telah memberikan tantangan baru pada Manajemen sumber daya manusia untuk meluaskan fokusnya dari peran tradisional ke peran strategis yang lebih luas. ”

 

Mennurut Becker, et al,alih bahasa Dian Rahadyanto Basuki (2009; 4) MSDM terus berkembang membentuk evolusi sumber daya manusia. Perkembangan MSDM dimulai dari perpektif SDM sebagai personel hingga perpektif SDM kinerja tinggi.

Adapun evolusi SDM Mennurut Becker, et al, alih bahasa Dian Rahadyanto Basuki (2009; 4) tersebut dijelaskan sebagai berikut:

  1. Perspektif Personel

Pandangan ini menganggap bahwa perusahaan hanya merekrut dan menggaji orang tetapi tidak berfokus untuk mengembangkan karyawan.

  1. Perpektif kompensasi

Pandangan ini merupakan langkah pertama menuju kesadaran bahwa manusia merupakan sumber keunggulan kompetitif, dimana perusahaan mulai menggunakan berbagai reward (bonus, insentif) dan pembedaan gaji yang relatif besar untuk menghargai karyawan yang berkinerja tinggi. Namun dalam perpektif ini MSDM belum sepenuhnya mengekploitasi manfaat-manfaat SDM sebagai aset strategis.

  1. Perpektif keselarasan

Dalam pandangan ini MSDM telah menganggap manusia sebagai aset strategis, namun tidak ada upaya untuk memeriksa dengan seksama kapabilitas-kapabilitas SDM.

  1. Perpektif kinerja tinggi

Perpektif ini menganggap SDM sebagai sistem yang melekat didalam sistem yang lebih besar yaitu implementasi strategi perusahaan. Dalam pandangan ini MSDM mulai mengelola dan mengukur hubungan diantara dua sistem tersebut serta kinerja perusahaan.

 

Dalam mengelola SDM diperlukan kemampuan untuk melihat perilaku personal. Seorang manajer perlu mengembangkan keahlian-keahlian personal SDM untuk menjadikan organisasinya menjadi organisasi yang efektif dan berhasil. Oleh karena itu diperlukan bidang ilmu Perilaku organisasi.

Menurut Robbins dan Judge alih bahasa Diana Angelica, Ria Chayani, dan Abdul Rosyid (2008; 11) mendefiniskan Perilaku Organisasi sebagai berikut:

“Perilaku organisasi adalah bidang studi yang menyelidiki pengaruh yang dimiliki oleh individu, kelompok, dan struktur terhadap perilaku dalam organisasi, yang bertujuan menerapkan ilmu pengetahuan semacam ini guna meningkatkan keefektifan suatu organisasi.”

 

Definisi tersebut menggambarkan bahwa perilaku organisasi terkait dengan studi mengenai apa yang dilakukan individu dalam suatu organisasi dan bagaimana perilaku mereka memengaruhi kinerja perusahaan.

Sehingga menurut Robbins dan Judge alih bahasa Diana Angelica, Ria Chayani, dan Abdul Rosyid (2008; 12)

”Perilaku organisasi mencakup kajian tentang motivasi, perilaku, kepemimpinan, komunikasi antarpersonal, struktur dan proses kelompok, pembelajaran, persepsi dan pengembangan sikap, proses perubahan, konflik, rancangan kerja, dan stres kerja.”

 

2.1.3 Budaya Organisasi

Menurut Robbins dan Judge alih bahasa Diana Angelica (2008: 254) Setiap organisasi mempunyai sebuah budaya, dan budaya tersebut dapat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap dan perilaku anggota organisasi.

Robbins dan Judge alih bahasa Diana Angelica (2008: 254) juga menyatakan bahwa Budaya organisasi juga dapat menciptakan stabilitas bagi sebuah organisasi.

Schein (2004:17) mendefiniskan budaya organisasi sebagai berikut:

“The Culture of a group can be defined as pattern of shared basic assumptions that was learned by a group as it solved its problems of external adaptation and internal integration, that has worked well enough to be considered valid and, therefore, to be taught to new members as the correct way to perceive, think, and feel in relation to those problems.”

 

Schein menekankan bahwa budaya organisasi merupakan suatu pola dari asumsi-asumsi dasar bersama yang dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu untuk kemudian dijadikan sebagai cara yang dianggap tepat untuk menyelesaikan masalah-masalah, baik masalah yang berkaitan dengan adaptasi eksternal maupun integrasi internal. Sehingga budaya tersebut kemudian diajarkan kepada anggota-anggota baru organisasi sebagai cara yang benar dalam memberikan pemahaman terhadap suatu masalah, dalam berpikir mengenai masalah tersebut, dan dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut.

Menurut Wallach dalam Gustomo dan Anita Silvianita (2009; 64) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pemahaman bersama dari seluruh anggota organisasi, dan bagaimana mereka menyakinkan segala sesuatu yang terjadi disekitar mereka.

 

Wallach dalam Gustomo dan Anita Silvianita (2009; 64) menyatakan bahwa terdapat 3 jenis budaya organisasi yang berbeda, yaitu:

  1. Budaya bureacratic

Yaitu budaya yang memisah-misahkan antar setiap kelompok organisasi berdasarkan strata tertentu, dimana pembagian tugas dan kekuasaan dipisahkan dengan jelas. Sehingga budaya birokrasi ini berpedoman pada hirarki.

  1. Budaya innovative

Yaitu budaya organisasi yang menekankan pada kreativitas, memberikan kesempatan bagi anggota organisasinya untuk bereksplorasi dengan lingkungan kerja, dan berorientasi pada hasil.

  1. Budaya Supportive

Yaitu budaya organisasi yang berorientasi pada orang, mengutamakan kerjasama tim, menciptakan lingkungan organisasi menjadi lebih ramah, mendukung penuh bagi anggota organisasi untuk lebih maju dan memberikan kepercayaan yang penuh pada anggota organsasi.

 

Sedangkan Menurut Robbinsdan judge alih bahasa Diana Angelica (2008:256) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya.

Robbins dan judge alih bahasa Diana Angelica (2008: 256) menemukan ada tujuh karakteristik utama yang secara keseluruhan merupakan hakikat budaya sebuah organisasi, yaitu antara lain:

  1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko.

Menjelaskan sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.

  1. Perhatian pada hal-hal rinci.

Menjelaskan sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detail.

  1. Orientasi hasil.

Menjelaskan sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.

  1. Orientasi orang.

Menjelaskan sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam organisasi.

  1. Orientasi tim.

Menjelaskan sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim ketimbang pada individu-individu.

Menjelaskan sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.

Menjelaskan sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.

 

Robbins dan judge alih bahasa Diana Angelica (2008: 258) menyatakan bahwa:

“Budaya organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi.Sehingga jelas jika kita mendefiniskan budaya organisasi sebagai sebuah sistem makna bersama.Oleh karena itu individu-individu dalam organisasi yang mempunyai latar belakang yang berbeda atau berada di tingkatan yang tidak sama dalam organisasi akan memahami budaya organisasi dengan pengertian yang serupa.”

Lebih lanjut menurut Robbins dan judgealih bahasa Diana Angelica (2008:258) menyatakan bahwa walaupun terdapat pengertian yang sama di atas tidak berarti bahwa tidak dimungkinkan adanya subkultur di dalam suatu kultur tertentu.

Menurut Robbins dan judge alih bahasa Diana Angelica (2008: 258) sebagian besar organisasi memiliki kultur dominan dan subkultur. Sedangkan pengertian dari kultur dominan dan subkultur menurut Robbins dan judge alih bahasa Diana Angelica (2008: 258) yaitu:

  1. Kultur dominan (Dominant culture), mengungkapkan nilai-nilai inti yang dimiliki bersama oleh mayoritas anggota organisasi.
  2. Subkultur (Subculture), merupakan kultur yang cenderung berkembang di dalam organisasi besar untuk merefleksikan masalah, situasi, atau pengalaman yang sama yang dihadapi oleh para anggota.

 Istilah kultur dominan digunakan ketika berbicara tentang kultur sebuah organisasi secara keseluruhan. Oleh karena kultur dominan merupakan pandangan makro terhadap kultur yang mencerminkan karakteristik sebuah organisasi. Sedangkan subkultur merupakan budaya yang dianut oleh sebagian orang atau kelompok dalam organisasi, misalnya kultur yang dimiliki oleh departemen-departemen atau unit-unit dalam organisasi, sebagai contoh kultur dalam sebuah departemen pemasaran yang merupakan subkultur yang dimiliki secara bersama secara unik oleh anggota-anggota departemen pemasaran tersebut dan subkultur ini akan berbeda dengan departemen-departemen yang lain dalam organisasi tersebut.

Menurut Robbins dan judge alih bahasa Diana Angelica (2008: 262) budaya organisasi mempunyai sejumlah fungsi dalam sebuah organisasi, yaitu antara lain:

  1. Budaya organisasi berperan sebagai penentu batas-batas, artinya bahwa budaya organisasi dapat menciptakan perbedaan antara satu organisasi dengan organisasi lainnya
  2. Budaya organisasi dapat memuat rasa identitas anggota organisasi.
  3. Budaya organisasi dapat memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu.
  4. Budaya organisasi dapat meningkatkan stabilitas sistem sosial, artinya bahwa budaya organisasi merupakan perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan anggota organisasi.
  5. Budaya organisasi dapat berperan sebagai kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan perilaku anggota organisasi.

 

Gustomo, Aurik&Silvianita, Anita, (2009), Pengaruh Nilai-Nilai Personal, Gaya Kepemimpinan, dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan, Jurnal Manajemen Teknologi – Magister Sains Manajemen, Vol. 8, No. 1, hal 61-70.

Schein, E, (2004), Organizational Culture and Leadership, 3rd Ed, Jossey-Bass Publishers, San Fransisco, CA 94103-1741

Rivai, Veithzal, &Sagala, Ella Jauvani, (2010), Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, edisi kedua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 14240

Baca Juga Budaya Organisasi

,

Leave a Reply