Analisis Drama Theory Pada Film Spiderman 3


SITI FATIMAH

1201134113

1.1 Sinopsis Film Spiderman 3

Kisah superhero nampaknya masih selalu akan menjadi tontonan seru. Aksi spektakuler, perseteruan antar karakter, konflik kepentingan dan juga jati diri menjadi bahan baku yang diracik dalam film karya sutradara Sam Raimi ini. Tak lupa, bumbu komedi juga menghiasi beberapa adegan di film ini.

Bukti dari keberhasilan Sam Raimi adalah Spiderman 3. Jika di Spiderman 2 sang Peter Parker harus menenangkan diri sendiri dari konflik batin dan keinginan diri sendiri melawan kepentingan umum sebagai superhero, maka di Spiderman 3 ini dia benar-benar berhadapan dengan diri sendiri secara nyata dan bahkan secara fisik. Meskipun patut diakui juga bahwa konflik ini makin menjadi-jadi karena ada sedikit campur tangan dari makhluk parasit simbiotik dari luar angkasa.

Pada awal cerita Spiderman 3, kita akan menemui Peter Parker seperti pada akhir cerita Spiderman 2. Dia benar-benar menikmati menjadi superhero yang dielu-elukan masyarakat, dan dia pun cukup banyak berkorban untuk melakukan hal itu. Namun sayang sekali, ketenaran dan perhatian masyarakat terhadap Spiderman membuat Peter terlalu merasa bangga pada diri sendiri. Hal inilah yang nantinya akan mendorongnya memasuki sisi gelap seorang superhero: OVER PRIDE.

Harry Osborn (James Franco) yang dulunya adalah sahabat MJ dan Peter banyak dilibatkan dalam alur cerita film ini, dari awal hingga akhir. Bahkan Harry merupakan salah satu tokoh kunci dalam cerita Spiderman 3. Hal ini patut dipahami mengingat Harry cukup banyak membentuk pola cerita sejak Spiderman seri pertama. Harry masih menyimpan dendam kepada Peter atas kematian ayahnya. Namun suatu kecelakaan membuatnya hilang ingatan dan sempat rukun dengan Peter. Sebuah guncangan emosi kemudian mengembalikan ingatannya tentang kematian sang ayah, dan dia pun kembali menaruh dendam kepada Peter.Akan tetapi, pada akhir cerita Harry mengalami dilemma apakah dia akan membunuh Peter untuk membalaskan dendamnya atau menolong Peter melawan 2 lawannya sekaligus.

Dalam hal hubungan asmara dengan Mary Jane (Kirsten Dunst), keduanya kini makin dekat dari sebelumnya.Namun ketika MJ dipecat dari peran yang dia bawakan, dan saat dia terpuruk, Peter justru larut di dunianya sendiri dan terlalu bangga atas prestasinya sebagai Spiderman. MJ yang sempat muak ini pun juga mengalami banyak tekanan dan konflik batin yang membuahkan dilemma  antara harus meneruskan hubungan dengan Peter yang juga Spiderman, atau berhenti saja.

Masalah sang superhero tidak berhenti sampai sini. Sebuah entitas simbiotik parasitis dari luar angkasa sempat hinggap di tubuhnya. Didukung oleh perasaan terlalu bangganya, entitas ini makin memicunya untuk jatuh ke dalam sisi gelap. Peter sendiri sempat menikmati hal ini. Perasaan bebas, berkuasa, dan penuh kekuatan sungguh merupakan suatu godaan bagi Peter. Sifat keseharian Peter yang kutu buku lalu berganti menjadi Peter si bad boy. Dia banyak melakukan hal-hal yang bertolak belakang dengan sifat aslinya yang lemah lembut. Peter bahkan secara kejam, nyaris membunuh Flint Marko yang dianggap sebagai pembunuh Ben Parker sesungguhnya.

Namun bukan jagoan namanya kalau tidak mampu mengatasi masalah di dalam diri sendiri. Peter dengan segenap daya (dan keberuntungan) akhirnya mampu menyingkirkan entitas itu dari dirinya. Adegan melepaskan entitas dari induk semang ini sempat terlihat oleh Eddie Brock, wartawan Daily Bugle yang didepak oleh Peter ketika jatuh ke dark side, yang akhirnya mengetahui identitas asli Spiderman. Entitas yang sanggup menyalin kemampuan induk semangnya itu, secara takdir yang cukup ajaib, hinggap ke tubuh Eddie. Eddie pun berubah menjadi Venom.

Dengan kekuatan barunya, Eddie berencana membalaskan dendamnya kepada Peter. Venom lalu bekerjasama dengan Sandman untuk menggilas Peter. Mereka menculik MJ untuk memancing Peter.

 

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan literature riview maka tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :

  • Untuk menganalisis dilema yang terjadi pada kasus film spiderman 3 dan menganalisis tindakan yang bisa dilakukan untuk meminimalisir dilemma.

 

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1.1 Pengertian Konflik

Secara etimologi, konflik (conflict) berasal dari bahasa latin configere yang berarti saling memukul. Menurut Antonius, dkk (2002: 175) konflik adalah  suatu tindakan salah satu pihak yang berakibat menghalangi, menghambat, atau mengganggu pihak lain dimana hal ini dapat terjadi antar kelompok masyarakat ataupun dalam hubungan antar pribadi.

Sedangkan menurut Scannell (2010: 2) konflik adalah suatu hal alami dan normal yang timbul karena perbedaan persepsi, tujuan atau nilai dalam sekelompok individu.

Hunt & Metcalf (1996: 97) membagi konflik menjadi dua jenis, yaitu intrapersonal conflict (konflik intrapersonal) dan interpersonal conflict (konflik interpersonal). Konflik intrapersonal adalah konflik yang terjadi dalam diri individu sendiri, misalnya ketika keyakinan yang dipegang individu bertentangan dengan nilai budaya masyarakat, atau keinginannya tidak sesuai dengan kemampuannya. Konflik intrapersonal ini bersifat psikologis, yang jika tidak mampu diatasi dengan baik dapat menggangu bagi kesehatan psikologis atau kesehatan mental (mental hygiene) individu yang bersangkutan. Sedangkan konflik interpersonal ialah konflik yang terjadi antar individu. Konflik ini terjadi dalam setiap lingkungan sosial, seperti dalam keluarga, kelompok teman sebaya, sekolah, masyarakat dan negara. Konflik ini dapat berupa konflik antar individu dan kelompok, baik di dalam sebuah kelompok (intragroup conflict) maupun antar kelompok (intergroup conflict). Dalam penelitian ini titik fokusnya adalah pada konflik sosial remaja, dan bukan konflik dalam diri individu (intrapersonal conflict).

Menurut Degenova (2008) konflik adalah sesuatu yang normal terjadi pada setiap hubungan, dimana dua orang tidak pernah selalu setuju pada suatu keputusan yang dibuat.

Lewin (dalam Lindzey & Hall, 1985)  menjelaskan bahwa konflik adalah keadaan dimana dorongan-dorongan di dalam diri seseorang berlawanan arah dan hampir sama kekuatannya.

Weiten (2004) mendefenisikan konflik sebagai keadaan ketika dua atau lebih motivasi atau dorongan berperilaku yang tidak sejalan harus diekspresikan secara bersamaan. Hal ini sejalan dengan defenisi yang diuraikan oleh Plotnik (2005) bahwa konflik sebagai perasaan yang dialami ketika individu harus memilih antara dua atau lebih pilihan yang tidak sejalan.

Berdasarkan beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan suatu keadaan yang terjadi karena seseorang berada di bawah tekanan untuk merespon stimulus-stimulus yang muncul akibat adanya dua motif yang saling bertentangan dimana antara motif yang satu akan menimbulkan frustasi pada motif yang lain.

g juga disebut sebagai sains strategi (science of strategy). Menurut teori permainan, konflik sama halnya dengan permainan, dimana dua pihak atau lebih yang bermain menggunakan strategi dan taktik bermain untuk mengalahkan lawan bermainnya (Wirawan, 2009:35)

2.2 Resolusi Konflik

2.2.1 Pengertian Resolusi Konflik

Metode resolusi konflik dapat dikelompokkan menjadi pengaturan sendiri oleh pihak yang terlibat konflik atau melalui intervensi pihak ketiga (Wirawan, 2009:177).

Menurut Morton, resolusi konflik adalah sekumpulan teori dan penyelidikan yang bersifat eksperimental dalam memahami sifat-sifat konflik, meneliti strategi terjadinya konflik, kemudian membuat resolusi terhadap konflik.

Metode resolusi konflik dapat membantu untuk mengetahui sifat dan fungsi konflik, membedakan bentuk konflik produktif dengan destruktif, mengidentifikasi strategi resolusi konflik (Liliweri, 2005: 289).

Wirawan (2009:177) mendefinisikan resolusi konflik adalah proses untuk mencapai keluaran konflik dengan menggunakan metode resolusi konflik.

Resolusi konflik merupakan keputusan atau kebulatan pendapat yang ditetapkan dalam rapat (Suwarto, 2010:252).

2.2.2 Kemampuan Resolusi Konflik

Bodine and Crawford dalam (Jones dan Kmitta, 2001: 2) merumuskan beberapa macam kemampuan yang sangat penting dalam menumbuhkan inisiatif resolusi konflik diantaranya:

Kemampuan orientasi

Kemampuan orientasi dalam resolusi konflik meliputi pemahaman individu tentang konflik dan  sikap yang menunjukkan anti kekerasan, kejujuran, keadilan, toleransi, harga diri.

Kemampuan persepsi

Kemampuan persepsi adalah suatu kemampuan seseorang untuk dapat memahami bahwa tiap individu dengan individu yang lainnya berbeda, mampu melihat situasi seperti orang lain melihatnya (empati), dan menunda untuk menyalahkan atau memberi penilaian sepihak.

Kemampuan emosi

Kemampuan emosi dalam resolusi konflik mencakup kemampuan  untuk mengelola berbagai macam emosi, termasuk di dalamnya rasa  marah, takut, frustasi, dan emosi negatif lainnya.

Kemampuan komunikasi

Kemampuan komunikasi dalam resolusi konflik meliputi kemampuan mendengarkan orang lain: memahami lawan bicara; berbicara dengan bahasa yang mudah dipahami; dan meresume atau menyusun ulang pernyataan yang bermuatan emosional ke dalam pernyatan yang netral atau kurang emosional.

Kemampuan berfikir kreatif

Kemampuan berfikir kreatif dalam resolusi konflik meliputi kemampuan memahami masalah untuk memecahkan masalah dengan berbagi macam alternatif jalan keluar.

Kemampuan berfikir kritis

Kemampuan berfikir kritis dalam resolusi konflik, yaitu suatu kemampuan untuk memprediksi dan menganalisis situasi konflik yang sedang dialami. Tidak jauh berbeda, Scannell (2010: 18) juga menyebutkan aspek – aspek yang mempengaruhi individu untuk dapat memahami dan meresolusi sebuah  konflik meliputi :

  1. keterampilan berkomunikasi,
  2. kemampuan menghargai perbedaan,
  3. kepercayaan terhadap sesame kecerdasan emosi.

Dari pemaparan ahli tersebut di atas dapat kita ketahui bahwa dalam proses resolusi konflik diperlukan kemampuan-kemampuan tertentu untuk mencari solusi konflik secara konstruktif. Kemampuan tersebut diantaranya adalah kemampuan orientasi, kemampuan persepsi atau menghargai perbedaan, kemampuan emosi atau kecerdasan emosi, kemampuan berkomunikasi, kemampuan berfikir kreatif, dan kemampuan berfikir kritis

 

  • Drama Theory

Howard (dalam Alamanda ,2010) meneliti game theory dengan hasil negosiasi sebagai drama dan menyempurnakannya menjadi drama theory .

Melanjutkan Howard, Putro dkk. (dalam Alamanda,2010) mengembangkan teori permainan dengan drama theory dan Agent-based Modeling untuk melihat dinamika emosi agen terhadap dilema-dilema yang muncul sehingga bisa dianalisis sekaligus memperlihatkan interaksi yang berlangsung diantara agen pada kasus bencana alam banjir Citarum.

Selanjutnya, Handayati dkk. (2009) dalam Alamanda (2010) menggabungkan drama theory  sebagai cabang dari game theory  ke dalam konsep rantai pasok untuk melihat efek cambuk sapi (bullwhip effect) sekaligus melihat interaksi antara peritel dan pemasok.

Ahmad Dani (2015) dalam Mangkusubroto (2011), teori drama dirancang untuk menganalisis bagaimana suatu situasi konflik (frame) akan berubah ke situasi lain (frame baru) yang biasanya terjadi setelah tahap pre-play (negosiasi). Teori drama merupakan kerangka kerja untuk menangani masalah konflik pihak ganda maupun lebih dalam situasi emosional yang kompleks dan kemudian diubah menjadi kolaborasi dan sinergi.

Ahmad Dani dalam Mangkusubroto (2011) mengungkapkan tujuan dari tiap pihak tersebut direfleksikan dalam bentuk posisi yang merupakan suatu bentuk skenario masa depan yang ditawarkan secara terbuka kepada pihak lain. Dan pihak yang terlibat berusaha untuk meyakinkan pihak lain untuk menerima posisi tersebut, jika diperlukan dengan bentuk janji atau dengan ancaman. Pihak-pihak yang terlibat akan berusaha menghilangkan dilema yang dirasakan dengan melibatkan emosi di dalamnya, baik positif maupun negatif, rational arguments¸ dan mengubah (beliefs) ataupun nilai (value). Emosi positif diperlukan untuk meyakinkan pihak lain bahwa pihak tersebut memiliki keseriusan untuk berkolaborasi. Sedangkan emosi negatif dapat digunakan untuk meyakinkan bahwa terdapat keseriusan dengan ancaman di dalamnya.

Ahmad Dani dalam Mangkusubroto (2011) mengemukakan bahwa dalam situasi konflik akan timbul dilema-dilema yang akan dihadapi oleh setiap pihak yang terlibat, yang tentunya akan menghambat terjadinya resolusi. Dilema sendiri terbagi menjadi dua bagian, yaitu Dilema Konfrontasi (confrontation dilemma) dan Dilema Kolaborasi (collaboration dilemma).

Dilema Konfrontasi terjadi apabila dalam kondisi dimana semua pihak tidak mendapat posisi yang sama, yang menyebabkan pihak yang mempunyai dilema tersebut menjadi tidak credible dalam menerapkan strateginya seperti ancaman. Jenis konfrontasi ini mempunyai empat jenis dilema, yaitu:

  1. Threat Dilemma

Jenis dilema ini terjadi apabila pihak 1 menghadapi dilema ancaman terhadap pihak 2 dan bila ancaman pihak 1 tidak dianggap serius (tidak dapat dipercayai) oleh pihak 2. Jadi pihak 1 hanya dianggap menggertak (bluffing) saja oleh pihak lain. Dalam posisi ini, pihak 1 perlu untuk membuat ancamannya lebih terlihat serius oleh yang lain dengan negative emotion seperti marah, geram, atau rasa benci.

  1. Rejection Dilemma

Terjadi apabila pihak 1 mempunyai hambatan untuk meyakinkan pihak lainnya bahwa yang bersangkutan serius dengan penolakannya terhadap posisi pihak 2. Sehingga dalam kondisi seperti ini, pihak 1 perlu membuat agar ancamannya terlihat lebih serius oleh pihak 2 dengan negative emotion.

  1. Positioning Dilemma

Sedangkan jenis dilema ini terjadi dalam keadaan pihak 1 lebih menyukai posisi pihak 2 dibandingkan dengan posisinya sendiri. Namun pihak 1 dapat menolak posisi pihak 2 dengan harapan mendapatkan tawaran yang lebih baik, karena posisi pihak 2 dianggap tidak realistic, ataupun pihak 1 lebih menyukai posisi ancaman dibandingkan posisi pihak 2, ataupun pihak 1 tidak percaya dengan pihak 2.

  1. Persuasion Dilemma

Terjadi apabila pihak 1 lebih menyukai posisi pihak 2 dibandingkan dengan posisi ancaman, sehingga pihak 1 mengalami hambatan untuk meyakinkan pihak 2 untuk menerima posisinya. Dilema ini terjadi dalam “chicken game”.

Sedangkan untuk dilema kolaborasi, apabila dilema ini dapat dihilangkan, maka pihak-pihak yang terlibat akan mempunyai posisi bersama, namun mereka tetap mempunyai peluang untuk bisa menghadapi dilema kolaborasi, yaitu untuk tidak satu sama lain atas komitmen terhadap posisi bersama tersebut. Jenisnya terbagi menjadi dua macam, diantaranya:

  1. Trust Dilemma

Dilema ini terjadi apabila pihak 1 tidak yakin bahwa pihak 2 akan commit dengan posisi bersama tersebut. Dalam hal ini pihak 1 dapat berpindah ke posisi lain, ataupun mencari cara agar pihak 1 yakin dengan komitmen pihak 2.

  1. Cooperation Dilemma

Jenis dilema ini terjadi jika pihak 1 dalam kondisi tergoda untuk tidak berkomitmen dengan posisi bersama karena dimungkinkan terdapat future yang lebih menarik dibandingkan posisi bersama tersebut. Namun jika pihak 1 ingin menghilangkan dilema ini, maka pihak 1 dapat berpindah ke posisi lain.

 

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  • Scene Setting

Konflik yang terjadi pada film spiderman 3 ini adalah yang pertama ketika Harry Osborn masih menyimpan dendam kepada Peter atas kematian ayahnya. Pada saat ini Harry yang hanya terbawa emosi tanpa mengetahui cerita sebenarnya sangat ingin membalaskan dendam kepada Peter yang dia anggap adalah orang yang memebunuh ayahnya . Namun suatu kecelakaan membuatnya hilang ingatan dan sempat rukun dengan Peter. Dan pada saat itu Peter sangat memanfaatkan keadaan untuk memperbaiki hubungannya dengan Harry . Akan tetapi, sebuah guncangan emosi kemudian mengembalikan ingatannya tentang kematian sang ayah, dan dia pun kembali menaruh dendam kepada Peter.Sampai pada akhir cerita Harry mengalami dilemma apakah dia akan membunuh Peter untuk membalaskan dendamnya atau menolong Peter melawan 2 lawannya sekaligus.

Konflik berikutnya adalah ketika MJ yaitu kekasih Peter mengalami situasi sulit karena dia dikeluarkan dari group teater  yang membuatnya sangat terpuruk akan tetapi Peter malah sibuk dengan dunianya sendiri.Peter terlalu bangga dengan prestasinya sebagai Spiderman sehingga MJ pun mengalami konflik dan dilemma antara dia harus meninggalkan Peter atau tetap bertahan dengannya.Dengan kegalauannya tersebut MJ datang kepada Harry Osborn dan lebih memilih untuk menceritakan permasalahan yang sedang dia alami kepada Harry dimana situasi tersebut sangat dimanfaatkan Harry sebagai salah satu bentuk balas dendam nya kepada Peter.Harry menjadi dekat dengan MJ yang membuat Peter menjadi tidak terkendali dan mendekati teman satu lab nya yang membuat MJ meragukan kesetiaan Peter.

Konflik selanjutnya adalah Karakter antagonis Flint Marko (Thomas Haden Church) yang kemudian menjadi Sandman.Nasib memutar balikkan bapak berputri sakit ini untuk melakukan kejahatan, meskipun dia sendiri sesungguhnya tidak menginginkannya. Konflik batinnya sebagai orang yang terpaksa jahat karena butuh uang untuk mengobati sang putri. Ketika melarikan diri dari penjara atas masalah sebelumnya,Flint Marko digambarkan sebagai orang yang kebetulan  berada di tempat dan waktu yang salah dan lagi lagi nasib yang ajaib merubahnya dari seorang penjahat yang merubah nya menjadi sosok yang memiliki kemampuan super yaitu menjadi manusia pasir atau disebutkan dalam film sebagai sandman . Dengan kemampuan supernya ini Flint Marko melancarkan aksinya untuk mencuri uang dengan cara seperti membobol bank untuk mendapatkan uang yang akan digunakan untuk membiayai pengobatan putrinya. Dan disini lah dia berhadapan dengan Spiderman selain superhero,Peter ternyata juga menaruh dendam terhadap Sandman karena dia menganggap bahwa pada kejadian sebelumnya Flint Marko adalah orang yang menyebabkan kematian pamannya yang menyebabkan konflik antara mereka semakin besar.

Selengkapnya di SPIDERMAN


Leave a Reply