Corporate Social Responsibility


“Perusahaan merupakan subsistem dari sistem siklus hidup bermasyarakat, sehingga membutuhkan keteraturan pola interaksi dengan subsistem lainnya” (Hadi, 2011: 32). Dalam Undang-undang tentang Perseroan Terbatas nomor 40 tahun 2007 dalam Ketentuan Umum Bab I Pasal 1 ayat (1) dikemukakan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Tanggung sosial perusahaan dalam Undang-undang tentang Perseroan Terbatas nomor 40 tahun 2007 Bab V mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Pasal 74 :

  • Ayat (1) dinyatakan bahwa Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
  • Ayat (2) dijelaskan bahwa Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

Adapun pendapat lain bahwa Program CSR menurut lingkar studi CSR di Indonesia (Rachman, Efendi dan Wicaksana, 2011: 15) yaitu “Upaya sungguh-sungguh dari entitas bisnis untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif operasinya terhadap seluruh pemangku kepentingan dalam ranah ekonomi, sosial dan lingkungan agar mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan”. Hal tersebut didukung oleh pendapat Rachman, dkk. (2011: 16) bahwa CSR adalah “Suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggung jawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar perusahaan berada”. Berdasarkan pada ISO 26000 (Rachman, dkk. 2011 : 17) diartikan bahwa CSR adalah “Responsibility of an organization or the impacts of its decisions and activities on society and the environment, through transparant and ethical behaviour that contributes to sustainable development, health and the welfare of society; takes into applicable law and consistent with international norms of behaviour; and is integrated throughout the organization and practiced in its relationship”.

Ada beberapa definisi lain mengenai CSR, dua diantaranya yaitu “Corporate social responsibility (CSR) is a generalised concept of what constitutes ‘‘good’’ or ‘‘desirable’’ business behaviour. It relates to what can be judged ‘‘morally’’ or ‘‘ethically’’ good. CSR is, thereby, a standard of corporate behaviour, which is broad and social in its scope rather than narrowly economic. There is no agreed definition. Yet there is a published history of the term’s evolution” (Carroll dalam Robins, 2008: 330), “Even though it is only one of several terms in use for the same purpose. Other commonly used terms include ‘‘corporate citizenship’’ and ‘‘corporate responsibility’’ ” Logsdon & Wood (Robins, 2008: 330).

Rachman, dkk. (2011) berpendapat bahwa terdapat hubungan yang erat dengan pembangunan berkelanjutan yang merupakan proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dan sebagainya). Pembangunan berkelanjutan menjadi isu global yang harus dipahami dan diimplementasikan pada tingkat lokal. “Pembangunan berkelanjutan mencakup tiga hal kebijakan, yaitu pembangunan ekonomi, sosial dan perlindungan lingkungan yang digambarkan oleh konsep Triple Bottom Line sebagai pertemuan dari tiga pilar yaitu People, Planet dan Profit yang merupakan tujuan pembangunan” Elkington (Rachman dkk., 2011: 12). “CSR dan sustainability pada dasarnya adalah merajut dan menggerakkan elemen people, planet dan profit dalam satu kesatuan intervensi. Cara pandang satu kesatuan intervensi artinya setiap isu yang terkait dengan CSR harus dikaji dari perspektif people, planet dan profit dalam satu kesatuan” (Rachman dkk, 2011: 13).

Johnson & Johnson (Hadi, 2011: 46) mendefinisikan “Corporate Social Responsibility is about how companies manage the business processes to produce an overall positive impact on society”. Berdasarkan definisi tersebut pada dasarnya adalah bagaimana cara mengelola perusahaan baik sebagian maupun secara keseluruhan memiliki dampak positif bagi perusahaan dan lingkungan. Sedangkan menurut Griffin (2008: 67) “Tanggung jawab sosial adalah sebuah konsep yang berhubungan, namun merujuk pada seluruh cara bisnis berupaya menyeimbangkan komitmennya terhadap kelompok dan pribadi dalam lingkungan sosialnya”. Dalam penelitian Hadi (2009) menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan memiliki kandungan dan konsekuensi baik secara sosial, maupun ekonomi. “Ranah tanggung jawab sosial perusahaan mengandung dimensi yang sangat luas dan kompleks. Disamping itu, tanggung jawab sosial juga mengandung interpretasi yang sangat berbeda, terutama dikaitkan dengan kepentingan pemangku kepentingan (stakeholder)” Hadi (2011: 59).

Gray dkk. dalam Murwaningsari (2009) perusahaan bertanggung jawab secara sosial ketika manajemennya memiliki visi atas kinerja operasionalnya, tidak hanya mengutamakan atas laba perusahaan tetapi juga dalam menjalankan aktivitasnya, memperhatikan lingkungan yang ada di sekitarnya. Ruang lingkung tanggung jawab sosial ini, diantaranya adalah :

  • Basic Responsibility; tanggung jawab yang muncul karena keberadaan perusahaan. Contohnya kewajiban membayar pajak, mentaati hukum, memenuhi standar pekerjaan, dan memuaskan pemegang saham.
  • Organizational Responsibility; memenuhi kepentingan stakeholder,  yaitu karyawan, konsumen, pemegang saham dan masyarakat.
  • Societal Responsibility; tanggung jawab yang menjelaskan tahapan ketika interaksi antara bisnis dan masyarakat sehingga perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan.
  1. Jenis-jenis Corporate Social Responsibility

Konsep piramida CSR Caroll dalam Safithri (2008), menyatakan bahwa terdapat empat jenis tanggung jawab sosial yang harus dipertimbangkan secara bersamaan dalam pelaksanaan program CSR, yaitu :

  • Tanggung Jawab Ekonomi

Tanggung jawab ekonomi sebagai landasannya dan merujuk pada fungsi utama bisnis sebagai prosedur barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, dengan menghasilkan laba yang dapat diterima, artinya laba yang dihasilkan harus sejalan dengan aturan dasar masyarakat. Tanpa laba perusahaan tidak akan eksis, tidak dapat memberi kontribusi apapun kepada masyarakat. Masalah tanggung jawab merupakan hal-hal dianggap paling penting, karena tanpa adanya kelangsungan finansial tanggung jawab hal yang lain menjadi hal yang diragukan.

  • Tanggung Jawab Hukum

Sering dihubungkan dengan tanggung jawab etika, melaksanakan tanggung jawab hukum dan mengharapkan para usahawan untuk menjalankan fungsinya setingkat di atas hukum. Perusahaan harus mematuhi hukum yang berlaku. Aturan yang dimaksud di sini adalah peraturan umum tentang dunia usaha seperti aturan tentang perburuhan, anti monopoli, lingkungan hidup dan sebagainya. Etika bisnis mencakup cara organisasi bisnis menjalankan kewajiban hukum dan etika.

  • Tanggung Jawab Etis

Mencakup tanggung jawab secara umum. Etika bukan hanya sesuai dengan hukum, tetapi dapat diterima secara moral. Tanggung jawab sosial juga harus tercermin dari perilaku etis perusahaan. Perusahaan diharapkan (oleh masyarakat) agar menghargai nilai–nilai budaya lokal, berperilaku baik, dan memahami kondisi nyata masyarakat di sekitarnya.

  • Tanggung Jawab Perikemanusiaan (Filantropis)

Tanggung jawab terhadap sesama mencakup peran aktif perusahaan dalam memajukan kesejahteraan manusia. Tanggung jawab ini mengharuskan perusahaan untuk berkontribusi terhadap komunitasnya yaitu meningkatkan kualitas hidup.

Kotler & Lee dalam Kartini (2009) menyebutkan enam kategori aktivitas CSR, yaitu :

  • Promosi Kegiatan Sosial (Cause Promotion)

Perusahaan menyediakan dana atau sumber daya lainnya yang dimiliki perusahaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap suatu kegiatan sosial untuk kegiatan tertentu. Manfaatnya salah satunya adalah dapat meningkatkan citra perusahaan.

 

  • Pemasaran Terkait Kegiatan Sosial (Cause Related Marketing)

Perusahaan memiliki komitmen untuk menyumbangkan persentase tertentu dari penghasilannya untuk suatu kegiatan sosial berdasarkan besarnya penjualan produk. Manfaatnya salah satunya adalah dapat membangun identitas merk yang positif bagi perusahaan.

  • Pemasaran Kemasyarakatan Perusahaan (Corporate Societal Marketing)

Perusahaan mengembangkan dan melaksanakan kampanye untuk mengubah perilaku masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesehatan dan keselamatan publik, menjaga kelestarian lingkungan hidup serta mingkatkan kesejahteraan masyarakat. Manfaatnya salah satunya adalah dapat memberikan dampak yang nyata terhadap perubahan sosial.

  • Kegiatan Filantropi Perusahaan (Corporate Philanthropy)

Perusahaan memberikan sumbangan langsung dalam bentuk derma untuk kalangan masyarakat tertentu secara cuma-cuma. Manfaat yang didapat perusahaan salah satunya adalah memberi dampak positif bagi penyelesaian masalah sosial dalam komunitas lokal di lingkungan perusahaan.

  • Pekerjaan Sosial Kemasyarakatan secara Sukarela (Community Volunteering)

Perusahaan mendukung serta mendorong para karyawan dan kerja perusahaan agar menyisihkan waktu mereka secara sukarela untuk terjun langsung dalam pelaksanaan program sosial perusahaan. Manfaat yang didapat salah satunya adalah dapat membangun hubungan yang tulus antara Perusahaan dengan Komunitas.

 

  • Praktika Bisnis yang Memiliki Tanggung Jawab Sosial (Socially Responsible Business Practice)

Perusahaan melaksanakan aktivitas bisnis melebihi aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum serta melaksanakan investasi yang mendukung kegiatan sosial dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan komunitas dan memelihara lingkungan hidup. Manfaat yang didapat perusahaan salah satunya adalah dapat meningkatkan kesan yang baik bagi komunitas yang dituju oleh perusahaan.

  1. Strategi dan Implementasi Corporate Social Responsibility

Crowther David dalam Hadi (2011) menguraikan prinsip-prinsip tanggung jawab sosial (social responsibility) menjadi tiga, yaitu :

  • Sustainability, berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan aktivitas (action) tetap memperhitungkan keberlanjutan sumberdaya di masa depan. Keberlanjutan juga memberikan arahan bagaimana penggunaan sumber daya sekarang tetap memperhatikan dan memperhitungkan kemampuan generasi masa depan. Dengan demikian, sustainability berputar pada keberpihakan dan upaya bagaimana society memanfaatkan sumberdaya agar tetap memperhatikan generasi yang akan datang.
  • Accountability, merupakan upaya perusahaan terbuka dan bertanggung jawab atas aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas dibutuhkan ketika aktivitas perusahaan mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan eksternal. Akuntabilitas dapat dijadikan sebagai media bagi perusahaan membangun image dan network terhadap para pemangku kepentingan.
  • Transparency, merupakan prinsip penting bagi pihak eksternal. Transparansi bersinggungan dengan pelaporan aktivitas perusahaan berikut dampak terhadap pihak eksternal. Transparansi merupakan satu hal yang amat penting bagi pihak eksternal, berperan untuk mengurangi asimetri informasi, kesalahpahaman, khususnya informasi dan pertanggungjawaban berbagai dampak lingkungan.

Demikian pendapat yang dikemukakan oleh Suharto (2010: 4) bahwa “Perilaku atau cara perusahaan memperhatikan dan melibatkan shareholders, pekerja, pelanggan, pemasok, pemerintah, LSM, lembaga internasional dan stakeholders lainnya merupakan konsep utama CSR. Kepatuhan perusahaan terhadap hukum dan peraturan-peraturan yang menyangkut aspek ekonomi, lingkungan dan sosial bisa dijadikan indikator atau perangkat formal dalam mengukur kinerja CSR suatu perusahaan. Namun, CSR sering kali dimaknai sebagai komitmen dan kegiatan-kegiatan sektor swasta yang lebih dari sekedar kepatuhan terhadap hukum. CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan pula untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan berkelanjutan”.

Berdasarkan hasil penelitian Hadi (2009), menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan aktivitas tanggung jawab dengan penuh keseriusan dan didukung oleh strategi implementasi yang tepat, memiliki manfaat seperti mengurangi legitimasi masyarakat, apresiasi masyarakat, meningkatkan nilai bagi masyarakat, mengurangi komplain masyarakat, membantu masalah yang dihadapi masyarakat baik di bidang sosial, ekonomi maupun kesehatan.

Menurut Rachman, dkk. (2011: 83) “Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate Social Activity) atau Aktivitas Sosial Perusahaan. Asal mula penerapan CSR adalah tekanan politis dan tekanan sosial. Umumnya respon perusahaan berbeda dalam mengimplementasikan program CSR. Beberapa alasan yang mendasari perusahaan memandang CSR penting utnuk dilakukan menurut Rachman, dkk. (2011: 83), diantaranya sebagai berikut:

  • Tekanan pada pelaksanaan CSR saat ini makin besar.
  • Makin banyak organisasi yang memantau pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan.
  • Bagi perusahaan yang tidak melaksanakan CSR, risiko bisnisnya besar.
  • CSR semakin penting bagi perusahaan, walaupun konsepnya belum jelas.
  • Beberapa perusahaan telah mengintegrasikan kepentingan masyarakat ke dalam strateginya untuk peningkatan daya saing bisnis.

Motif yang mendasari suatu perusahaan melakukan CSR terutama adalah motif manajemen. Dalam melakukan CSR, perusahaan memiliki motif bermacam-macam. Salah satunya menurut Porter (Rachman dkk., 2011: 84), “Ada empat motif yang menjadi dasar manajemen melakukan CSR, yaitu sebagai berikut :

  • Kewajiban moral, adalah meraih keberhasilan komersial dengan tetap menghormati nilai-nilai etika. Berdasarkan motif moral, tidak cukup alasan bagi perusahaan untuk berinvestasi terus-menerus dalam CSR karena tidak cukup petunjuk untuk membandingkan serta memahami kepentingan ekonomi sosial yang kompleks. Sementara dari sisi pengambilan kebijakan di perusahaan, terdapat sistem nilai yang beragam dari para manajer dan pemangku kepentingan. Tidak mudah menyamakan pandangan tentang pentingnya CSR dalam perspektif moral.
  • Keberlanjutan, artinya memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengabaikan kebutuhan masa datang. Contoh paling mudah adalah lingkungan. Dengan perbaikan lingkungan makan akan dapat diperoleh manfaat ekonomi dengan segera. Namun, dalam perspektif jangka panjang, perbaikan lingkungan ini membutuhkan biaya besar. Dengan demikian, nilai manfaatnya tidak cukup jika diukur dalam waktu yang pendek karena banyak pihak yang tidak sabar menunggu hasilnya.
  • Izin operasi, artinya membangun citra untuk menjamin persetujuan pemerintah dan pemangku kepentingan. Pendekatan ini menyandarkan kendali CSR kepada pihak luar yang tidak sepenuhnya memahami competitive positioning, kemampuan, dan operasi perusahaan. Akibatnya, agenda CSR bersifat jangka pendek, defensif, hanya merespon gejala sesaat, serta biasanya tidak berhubungan dengan substansi.
  • Reputasi, artinya agenda CSR didasarkan pada motif menaikkan brand dan reputasi kepada konsumen, investor dan karyawan. Agenda dengan motif seperti ini sedikit pengaruhnya pada agenda kompetitif perusahaan berkelanjutan. Bahkan, dampaknya cenderung menonjolkan kepopuleran dibandingkan dampak sosial dan bisnis perusahaan”.

Berdasarkan motif CSR tersebut maka pelaksanaan CSR dari kebanyakan perusahaan umumnya memiliki corak tidak fokus, reaktif dan berorientasi pada pemeringkatan (ranking oriented) dan meningkatkan citra untuk kehumasan Rachman, dkk (2011). Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Hadi (2009) yang menunjukkan perbedaan dalam praktik dan pengungkapan tanggung jawab sosial dipicu oleh beberapa faktor, antara lain :

  • Pengambilan keputusan praktik dan pengungkapan social responsibility tidak dapat dilepaskan dari pertimbangan antara cost dan benefit. Hal itu sejalan dengan konsep yang dinyatakan oleh Gibson & Sweet (1999) bahwa terdapat dua motif yang terkandung dalam praktik tanggungjawab sosial yaitu social motive dan economic motive. Kedua motif tersebut memberikan warna motivasi perusahaan dalam melaksanakan dan mengungkapkan tanggung jawab sosial, sehingga kandungan, tujuan dan tipe praktik dan pengungkapan sosial antar perusahaan menjadi berbeda.
  • Terdapat dua pendekatan yang dijadikan pijakan perusahaan dalam melaksanakan dan mengungkapkan tanggung jawab sosial, yaitu motive approach dan system approach. Hasil content analysis menunjukkan bahwa praktik dan pengungkapan tanggung jawab sosial lebih didominasi pendekatan motif (motive approach), dimana praktik pelaksanaan tanggung jawab sosial diharapkan mendukung tujuan perusahaan.
  • Praktik dan pengungkapan tanggung jawab sosial juga diharapkan dapat mendukung strategi (keunggulan kompetitif) perusahaan, terutama untuk mendukung kegiatan operasional utama perusahaan.

“Kompleksitas permasalahan sosial yang semakin rumit dalam dekade terakhir dan implementasi desentralisasi telah menempatkan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai suatu konsep yang diharapkan mampu memberikan alternatif terobosan baru dalam pemberdayaan masyarakat miskin” (Untung, 2008: 1).

Strategi dan implementasi perusahaan dalam pelaksanaan CSR, mengacu pada Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan Bab I Pasal 1 Ayat (7) di mana dijelaskan bahwa “Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program BL, adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Selanjutnya dijelaskan dalam Pasal 1 Ayat (8) bahwa Program BL BUMN Pembina adalah Program BL yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh BUMN Pembina di wilayah usaha BUMN yang bersangkutan”.

Kartini (2009: 78) menambahkan “PKBL adalah istilah CSR untuk BUMN di seluruh Indonesia. Dasar hukum PKBL adalah Peraturan Menteri BUMN Nomor 4 Tahun 2007, bahwa setiap BUMN wajib membentuk unit kerja khusus yang menangani langsung masalah pembinaan dan pemberdayaan masyarakat dimana besaran alokasi PKBL tersebut bernilai 2% dari laba bersih”.

Dewasa ini banyak terjadi perubahan-perubahan drastis dalam implementasi CSR. Dibutuhkan upaya dan strategi ekstra agar implementasi CSR sanggup bahkan berjalan sesuai dengan ide dan konsep dasarnya. Strategi esktra tersebut sebaiknya meliputi empat agenda utama, yakni pedoman (guidelines) dan tata etika (codes of conduct). UN Global Compact dalam (Kartini, 2009: 47) menjabarkan pedoman yang baik serta efektif mengenai apa saja yang berhubungan dengan CSR, yaitu :

  1. Hak Azasi Manusia
  • Mendukung dan menghormati perlindungan HAM.
  • Menghindari keterlibatan di dalam pelanggaran HAM.

 

  1. Aturan Perburuhan
  • Mempertahankan kebebasan berserikat dan perjanjian kolektif.
  • Penghapusan kerja paksa.
  • Penghapusan kerja oleh anak-anak.
  • Peniadaan diskriminasi dalam penempatan tenaga kerja dan penugasan.
  1. Lingkungan
  • Mendukung kehati-hatian dalam penanganan lingkungan.
  • Penyebarluasan tanggung jawab lingkungan.
  • Mendorong penggunaan teknologi ramah lingkungan.
  1. Anti Korupsi
  • Secara aktif melawan segala bentuk korupsi, termasuk pemerasan dan penyuapan.

“Apabila ditelaah kembali perusahaan-perusahaan yang sadar dampak pasti akan mengakomodasi nilai-nilai yang ada di UN Global Compact yang disesuaikan lagi dengan persepsi serta kebijakan perusahaan mereka. Tata etika inilah yang menjadi alat bagi perusahaan dalam menjalankan etika bisnis dan memperkuat program CSR-nya” (Kartini, 2009: 48).

Hadi (2009) merumuskan diagram yang menggambarkan tahapan perencanaan, evaluasi dan implementasi tanggung jawab sosial sebagaimana dalam Gambar  :

Untitled

 “Tanggung jawab sosial didudukkan sebagai risk management, berarti perusahaan melakukan tanggung jawab sosial untuk mengurangi munculnya resiko bisnis” (Hadi, 2011: 128). Menetapkan strategi implementasi tanggung jawab sosial memiliki ketergantungan arah mana kebijakan tanggung jawab sosial dilakukan. Strategi di sini digunakan untuk menjabarkan visi, misi dan kebijakan tanggung jawab sosial perusahaan dilakukan dengan mengacu pada strategi yang dikemukakan oleh Hadi (2011), sebagai berikut :

 

  1. Public Relation

Strategi tersebut untuk ketercapaian tujuan CSR dalam membangun dan menanamkan persepsi masyarakat tentang perusahaan (membangun citra).

  1. Strategi Defensif

Dilakukan untuk menangkis atau mengubah anggapan negatif yang telah tertanam pada diri komunitas terhadap perusahaan. Strategi ini biasanya dilakukan setelah adanya komplain dari stakeholders kepada perusahaan.

  1. Community Development

Melakukan program untuk komunitas sekitar perusahaan atau kegiatan perusahaan yang berbeda dari hasil perusahaan. Program pengembangan masyarakat dapat dibedakan menjadi :

  • Community Relation

Strategi ini dilakukan dengan menggunakan kegiatan-kegiatan yang menyangkut pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para stakeholders. Strategi tersebut banyak dilakukan dengan kegiatan charity dan berjangka waktu pendek.

  • Community Service

Merupakan strategi CSR yang menitikberatkan pada pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepentingan masyarakat atau kepentingan umum. Strategi ini untuk memberikan kebutuhan yang ada di masyarakat dan pemecahan masalah dilakukan oleh masyarakat sendiri, sedangkan perusahaan hanyalah sebagai fasilitator dari pemecahan masalah tersebut.

 

  • Community Empowering

Merupakan strategi pelaksanaan CSR yang memberikan akses lebih luas kepada masyarakat untuk menunjang kemandiriannya.

Sedangkan pendapat Rachman, dkk (2011: 203) bahwa “Untuk mengawali implementasi agenda CSR, diperlukan lembaga yang terdiri dari perwakilan stakeholder di daerah sasaran. Lembaga ini untuk mengkolaborasikan peranan seluruh stakeholder dalam proses transformasi sosial ekonomi masyarakat. Lembaga kolaborasi ini akan berperan sebagai alat untuk mengawal keberlanjutan agenda transformasi sosial ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, perusahaan sebaiknya bekerja sama dengan lembaga kolaborasi untuk memperkuat dan memberdayakan lembaga kolaborasi ini”.

Griffin (2008: 80) menjelaskan bahwa “Tidaklah mengherankan jika perusahaan menerapkan pendekatan tanggung jawab sosial yang berbeda-beda. Ada empat sikap yang dapat diambil oleh sebuah perusahaan berkaitan dengan kewajibannya kepada masyarakat, berkisar dari tingkatan rendah hingga tertinggi dalam praktek tanggung jawab sosial, sebagai berikut :

  • Sikap Obstruktif

Sejumlah organisasi mengambil sikap ini terhadap lingkungan tanggung jawab sosial biasanya melakukan usaha seminimal mungkin untuk memecahkan masalah-masalah sosial atau lingkungan.

  • Sikap Defensif

Di mana organisasi akan melakukan apa saja yang diisyaratkan oleh peraturan hukum tetapi tidak lebih dari itu. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling konsisten dengan tanggung jawab sosial perusahaan.

  • Sikap Akomodatif

Perusahaan yang menerapkan sikap ini, memenuhi persyaratan hukum dan etis tetapi juga mau bertindak lebih jauh pada saat-saat tertentu. Perusahaan seperti ini secara sukarela setuju untuk berpartisipasi dalam program-program sosial, tetapi pencari sumbangan harus terlebih dahulu meyakinkan mereka bahwa program tersebut bermanfaat bagi mereka.

  • Sikap Proaktif

Tingkatan tertinggi tanggung jawab sosial yang dapat diperlihatkan suatu perusahaan ada sikap proaktif. Perusahaan yang menerapkan pendekatan ini sungguh-sungguh melakukan tanggung jawab sosialnya.

Namun demikian, kategori itu tidak bisa dibagi secara jelas karena mereka semata-mata tahapan dalam suatu rangkaian pendekatan. Karena organisasi bagaimanapun juga tidak selalu berada dalam satu kategori”.

  1. Evaluasi terhadap Impelentasi Program Corporate Social Responsibility

                Evaluasi dan pemantauan juga ditujukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian tujuan program serta apakah terdapat penyimpangan yang membutuhkan tindakan koreksi. Menurut Hadi (2011: 147), “Evaluasi pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan dilakukan dalam rangka untuk mencapai tujuan, sebagai berikut :

  • Memperoleh temuan masukan untuk perencanaan program atau kegiatan yang dilaksanakan.
  • Memperoleh berbagai bahan pertimbangan dalam rangka mendukung pengambilan keputusan, layak atau tidak layak program tanggung jawab sosial untuk dilakukan.
  • Memperoleh temuan untuk masukan perbaikan program atau kegiatan yang sedang dilaksanakan.
  • Memperoleh temuan hambatan program yang sedang dilaksanakan.
  • Memperoleh temuan untuk perbaikan.
  • Memperoleh rekomendasi dan pelaporan terhadap penyandang dana”.
  1. Indikator Keberhasilan Program Corporate Social Responsibility

                Wibisono (Hadi, 2011: 148) menyatakan bahwa evaluasi terhadap implementasi CSR didasarkan pada standar atau norma ketercapaian, dirumuskan beberapa ukuran keberhasilan, antara lain :

  1. Indikator Internal
  • Ukuran Primer/kualitatif (M-A-O Terpadu).

M-A-O terpadu merupakan kependekan dari Minimize, Asset dan Operational, dimana perusahaan dapat meminimalkan konflik/potensi konflik antara perusahaan dengan masyarakat. Aset perusahaan yang terdiri dari pemilik/pimpinan perusahaan, karyawan, pabrik dan fasilitas pendukungnya terjaga dan terpelihara dengan aman dan seluruh kegiatannyaberjalan aman dan lancar.

  • Ukuran Sekunder

Tingkat penyakuran dan kolektabilitas (umumnya untuk PKBL BUMN), serta tingkat compliance pada aturan yang berlaku.

  1. Indikator Eksternal
  • Indikator Ekonomi

Tingkat penambahan kualitas sarana dan prasarana umum, tingkat peningkatan kemandirian masyarakat secara ekonomi dan tingkat peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat secara berkelanjutan.

  • Indikator Sosial

Frekuensi terjadinya gejolak/konflik sosial, tingkat kualitas hubungan sosial antara perusahaan dengan masyarakat dan tingkat kepuasan masyarakat (dilakukan dengan survey kepuasan).

Diperlukan indikator kinerja sebagai kunci keberhasilan dalam implementasi CSR. Menurut Kartini (2009: 54) bahwa “Indikator yang paling efektif adalah bersifat kualitatif. Ada 8 indikator dalam pengukuran tersebut, yaitu :

  1. Leadership (Kepemimpinan)

Program CSR dikatakan berhasil jika mendapat dukungan dari top management perusahaan. Selain itu terdapat kesadaran filantropik dari pimpinan yang menjadi dasar pelaksanaan program.

  1. Proporsi Bantuan

Tidak dapat dijadikan tolak ukur, apabila anggaran besar pasti menghasilkan program yang bagus.

  1. Transparansi dan Akuntabilitas

Terdapat laporan tahunan (annual report), dan mempunyai mekanisme audit sosial terkait dengan pengujian sejauh mana program-program CSR telah dapat ditujukan secara benar sesuai kebutuhan masyarakat, perusahaan mendapatkan umpan balik dari masyarakat secara benar dengan melakukan wawancara dengan penerima manfaat.

  1. Cakupan Wilayah (Coverage Area)

Terdapat identifikasi penerima manfaat secara tertib dan rasional berdasarkan skala prioritas yang telah ditentukan.

  1. Perencanaan dan Mekanisme Monitoring dan Evaluasi

Terdapat kesadaran untuk memperhatikan aspek-aspek lokalitas, pada saat perencanaan ada kontribusi, pemahaman dan penerimaan terhadap budaya-budaya lokal yang ada.

  1. Pelibatan Stakeholder

Terdapat mekanisme koordinasi reguler dengan stakeholders, utamanya masyarakat. Terdapat mekanisme yang menjamin partisipasi masyarakat untuk dapat terlibat dalam siklus proyek.

  1. Keberlanjutan (Sustainability)

Terjadi alih-peran dari korporat ke masyarakat. Tumbuhnya rasa memiliki program dan hasil program pada diri masyarakat, sehingga masyarakat dapat ikut andil dalam menjaga dan memelihara program dengan baik.

  1. Hasil Nyata (Outcome)

Terdapat dokumentasi hasil yang menunjukkan perubahan mengenai parameter-parameter yang sesuai dengan bidang CSR yang dipilih oleh perusahaan. Terjadinya perubahan pola pikir masyarakat. Memberikan dampak ekonomi masyarakat yang dinamis. Terjadi penguatan komunitas (community empowerment)”.

,

Leave a Reply